Menakar Stop Penjarahan Tanaman Bambu di Blok KW 9 Desa Mekarmanik Cimenyan, Adm Perhutani KPH Bandung Utara – Beranikah?


Sebuah poster larangan atau merupak tanaman bambu di Blok KW 9, kata banyak orang - Ibarat, macan ompong?  

Algivon – Alkisah (nyata), penulis tatkala malam hari masih berada di Alam Santosa Pasir Impun (Sekertariat DPP Gerakan Hejo), Cimenyan, ini berkaitan esoknya Kamis (28/11/2019) ditugaskan oleh DPP Gerakan Hejo untuk menghadiri peringatan Hari Menanam Pohon Indonesia 2019 di Kawasan Oraytapa Desa mekarmaik Kecamatan Cimenyan Kabupaten Bandung.

Tanpa diduga Bung Wawan Enos yang biasa disapa Wannos, pegiat lingkungan hidup yang tergabung pada Relawan Pemelihara Pohon (RPP), membawa rekannya yang diperkenalkan sebagai petani dari daerah Mekarmanik Cimenyan, biasa ia disapa Mang Ojen. Belakangan Mang Ojen ini punya nama ‘resmi’ sesuai e- KTP yakni Asep Dinda. Profesi Asep Dinda, hingga kini fokus sebagai petani kopi. Di antaranya, ia berladang disela-sela kebun pinus di Kawasan Kehutanan.

Alhasil Rabu malam (27/11/2019) itu Mang Ojen entah kerasukan apa? Langsung ia tanpa henti mengutarakan ‘dendam membara’ yang dikandungnya dalam dua tahun terakhir:”Saya ini sudah kemana-mana mencari tahu bagaimana sebaiknya bertindak. Hampir-hampir putus asa, malah?!” begitu ia mengudar isi hatinya.

Singkatnya, dengan panduan Wannos yang mengaku 100% sebagai orang perkotaan. Ini berbeda dengan life style Mang Ojen yang full capacity sebagai orang perdesaan – Dalam dua tahun terakhir, ratusan rumpun bambu (jenis tali, temen, dan bulu) di lahan seluas 33 Ha di Blok KW 9 Mekarmanik, Cimenyan, Kabupaten Bandung, secara massif hampir setiap hari, ditebang oleh warga. Sedihnya, sebagian besar lahan tebangan itu, kini ditanami pohon kopi. Kabarnya, bambu ini oleh warga di luar Kawasan hutan Perhutani dijadikan bahan baku kerajinan rak buku, kursi, rak sepatu, dan sebagainya.

“Duh, Pak itu sekarang air di sekitar Blok KW 9 itu yang tadinya cur cor caina, jadi kering kerontang. Cai (air) sumber air Cikaramat sudah tak ada! Ini akibat pohon ratusan rumpun bambu itu merajalela ditebang setiap hari. Saya sudah katakan soal ini ke pihak Perhutani dan pihak berwajib lainnya. Tapi kan, saya hanya bisa bicara ke para bawahan. Mereka ini, tak bisa apa-apa,” jejas Mang Ojen dengan nada lirih – “Pernah, bahkan sering saya akan menebang pohon pinus di sekitar KW 9, tujuannya biar saya ditangkap aparat …”

Pipa paralon di Blok KW 9 panjangnya berkilo-kilo meter - gelontorkan air dari sumbernya, tak menyisakan untuk 'pemilik' setempat, yaitu hewan dan tanaman mereka ini mahluk hidup juga  ...

Ketika Mang Ojen dikejar – Kenapa ingin ditangkap aparat, justru? “Begini, kalau ditangkap nanti saya beberkan betapa sudah rusaknya hutan bambu di Kawasan Perhutani sini. Penyebab banjir kala hujan besar di Bandung Utara, ya dari sini di antaranya. Air hujan kan, sekarang turun begitu saja ke cekungan Bandung?!” jelas Mang Ojen dengan nada lirih.

Ketika diberitahu Mang Ojen siapa tahu rasa frustrasinya bisa sedikit berkurang? Bukankah, esok hari sehubungan peringatan Hari Menanam Pohon Indonesia 2019 di Kawasan Oraytapa masih di Desa Mekarmaik:

”Cobalah, besok kemukakan ke pimpinan Adm Perhutani KPH Bandung Utara Pak Komarudin. Kemukakan saja, apa yang Mang Ojen dan kawan-kawan rasakan,” jelas penulis dengan balasan anggukan – “Tapi, perkenalkan dulu, siapa saya ke Pak Komarudin itu ya Pak?”
 
Keesokan harinya, Mang Ojen di Oraytapa seperti yang direncanakan ternyata bisa berkomunikasi langsung dengan Pak Komarudin yang selama ini ingin ditemuinya. Sepintas, pengamatan penulis pokok bahasan yang diutarakan Mang Ojen tentang keprihatinan pembalakan tanaman bambu, mata air yang serba kering, dan yang ada pun dalam kapasitas terbatas. Semua, sudah ditembok, dipenuhi pipa paralon berbagai ukuran yang teramat panjang.

‘Saran saya warga hanya bisa mengambil air di perbatasan kawasan hutan dengan pemukiman. Warga, tidak pasang paralon berkilo-kilo meter hingga ke sumber air, apalagi disananya sudah serba ditembok. Burung dan hewan lain tak bisa lagi minum air secara bebas,” terang Mang Ojen sambil berjalan berbincang dengan Pak Komarudin.

Samar-samar ketika itu jawaban Pak Komarudin, yang intinya merespon saran Mang Ojen: ”Ya, kita kan memang harus banyak pertimbangan …”

Nasib Hewan, Duh …
Cukup menarik uraian Mang Ojen tatkala memikirkan dalam 2 tahun terakhir ini, di antaranya:”Nasib burung, babi hutan, monyet, dan hewan lainnya suka sedihlah. Mereka itu kekurangan air terutama di musim kemarau. Sekali waktu, pernah sambungan paralon waktu kemarau dibuka, ternyata binatang pada datang… duh…sampai segitunya, kita orang beradab ya?”

Sesi lanjutannya, penulis akhirnya bisa pergi ke lapangan ditemani aktivis pecinta lingkungan dari Gerakan Hejo, Hadi Lesmana. Kunjungan ini berlangsung pada pada minggu ke-2 di bulan Januari 2020 ke area KW 9 seperti yang diceritakan Mang Ojeng. Hasilnya, fakta di lapangan tak jauh beda dengan yang selalu dikeluhkan Mang Ojeng dan Wannos – secara ekologis, nasib tanaman bambu di area KW 9 memang sudah rusak !

Perihal kerusakan ini berupa foto dan video langsung dikirimkan ke Adm Perhutani KPH Bandung Utara, jawabannya, di antaranya – Nanti akan diturunkan tim, setuju harus segera ditutup. Kalau dari sayur ke kopi, tidak menjadi masalah. Kalau bambu dibabat menjadi kopi, itu pelanggaran!

Singkat al-kisah yang mendayu-dayu dan menggemaskan ini, setelah Adm Perhutani KPH Bandung Utara sedikit didesak, tersebab ini sudah bukan waktunya untuk memberi ‘omber’ (kesempatan), tiba-tiba pada Sabtu sore (11/1/2020) ada jawaban yang mencerahkan: ”Siapp Kang. Besok (12/1/2020) segera di TL (Tindak Langsung).”

Kata ‘Gerakan Hejo’
Masih seputar ‘tebangan bambu’ yang meraja lela selama 2 tahun terakhir, konfirmasi terakhir penulis melapor ke Ketua Umum DPP Gerakan Hejo, Eka Santosa yang sebelumnya pernah diberi tahu perihal fenomena ini: ”Ya, kita lihat saja tingkat keberanianya, sampai sejauh mana? Bukanah semua sudah jelas pelanggarannya, mengapa terlalu lama. Ini jangan dibiarkan?!”

Sementara itu pendamping setia penulis, Hadi Lesmana yang intensif mengikuti perkembangan ini, turut mengemukan opininya pada Sabtu siang (11/1/2020) ketika berada di Mekarsaluyu Cimenyan Kabupaten Bandung.

Habis tuh dijarah tanaman bambu menjadi kopi - Kumaha ieu, asa teu pegehnya ?!

”Bapak Adm Perhutani KPH Bandung Utara, tidak boleh ragu melakukan penutupan ini. Ini sudah gawat untuk kerusakan eko sistem di KBU. Segera libatkan APH (Aparat Penegak Hukum) di lapangan 24 jam, lakukan TL (Tindakan Langsung) sesuai janji. Jangan banyak pertimbanganlah mereka sudah menjarah dan membahayakan hajat hidup jutaan orang di bawahnya selama ini,” serunya.

Sekedar info, Hadi lesmana itu mengetahui perkembangan terakhir tatkala ia ikut serta meliput kegiatan penanaman pohon di Mekarsaluyu, Cimenyan Kabupaten Bandung. Hari itu ‘duet’ Dansektor 22 Kol. Inf. Asep Rahman Taufik dengan Kadishut Jabar Epi Kustiawan, menanam 2.900 tanaman keras dan pohon buah-buahan bersama aneka komunitas pecinta lingkungan, di luasan sekitar 30-an Ha lahan milik pribadi.

Masih di Blok KW 9 Mekarmanik, kini merena euy ...

“Cukup menarik ya, tadi Pak Kadishut Jabar ternyata turut memantau perihal pembabatan tanaman bambu di area KW 9 Mekarmanik itu,” tutup Hadi Lesmana yang penasaran memaknai arti ‘stop’ dan keberanian dari para pemegang amanah dan wewenang … (Harri Safiari)
Menakar Stop Penjarahan Tanaman Bambu di Blok KW 9 Desa Mekarmanik Cimenyan, Adm Perhutani KPH Bandung Utara – Beranikah? Menakar Stop Penjarahan Tanaman Bambu di Blok KW 9 Desa Mekarmanik Cimenyan, Adm Perhutani KPH Bandung Utara – Beranikah? Reviewed by Harri Safiari on 00.40 Rating: 5

Tidak ada komentar