Pakan Alami yang Efisien untuk Lobster pada Keramba Jaring Apung Submerged Cage




O P I N I 


 

Oleh: Rita Rostika

Peneliti Lobster Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Padjadjaran

 


Algivon -- Permintaan terhadap lobster baik untuk domestik maupun ekspor terus meningkat, peningkatan permintaan lobster biasanya diikuti dengan peningkatan harga. Diseluruh dunia, lobster



termasuk dalam salah satu kelompok hewan penting yang dieksploitasi dan dibudidayakan, harga yang tinggi di pasar seafood dan restaurant mendorong eksploitasi spesies ini selama puluhan tahun. Budidaya lobster sangat didorong untuk dikembangkan, walaupun teknis budidayanya saat ini belum terlalu matang karena saat ini benih bening lobster (BBL) yang semula diekspor baik secara legal maupun illegal, secara resmi dilarang.

 

Hasil kajian Badan Riset dan Sumber Daya Manusia (BRSDM) Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) menemukan adanya potensi BBL jenis pasir (Panulirus homarus) dan lobster mutiara (Panulirus ornatus) sebesar 278.950.000 ekor di 11 WPPN RI. Penangkapan benih lobster dapat dilakukan di lokasi-lokasi yang memiliki karakteristik bertipologi perairan dangkal, sepanjang pantai dan pulau pulau kecil, relatif terlindung (dalam teluk) dan dasar perairan pasir berlumpur serta terdapat asosiasi terumbu karang-lamun-alga.

 

Dengan pertimbangan prinsip keberlanjutan, Jumlah Hasil Tangkapan yang Diperbolehkan (JTB) benih bening lobser pasir dan lobster mutiara adalah sebesar 139.475.000 ekor untuk dapat dijadikan acuan dalam penentuan kuota penangkapan di seluruh WPPNRI.  Untuk keberlanjutan sumberdaya lobster maka pengelolaan lobster secara bertanggungjawab mutlak harus dilakukan.

 

Saat ini budidaya lobster dapat dikatakan kurang berkembang akibat BBL yang ada di perairan RI hampir semua di ekspor secara legal maupun illegal karena menguntungkan, sehingga  aspek budidayanya relatirf tertinggal, termasuk oleh negara Vietnam, yang merupakan salah satu negara tujuan ekspor BBL, yang membuat negara tersebut  menjadi penghasil lobster dunia.

 

Pengembangan budidaya lobster yang baik dan menguntungkan adalah yang  menghasilkan produksi dengan survival rate dan pertumbuhan baik.  Tantangan terbesar adalah pada kombinasi jenis pakan untuk pertumbuhan yang baik dan  kehadiran shelter yang mampu menurunkan mortalitas. 

 

Pakan  yang cocok bagi lobster adalah pakan alami dari jenis ikan yang dicacah, udang kecil, dan kerang yang dihancurkan. Menurut Rostika (2020a) pemberian pakan dilakukan pada jam 9 pagi dan jam 4 sore, namun proporsi belum diketahui, padahal lobster merupakan hewan nocturnal (aktif pada malam hari).  Sementara menurut Purnamaningtyas dan Nurfiani (2017) kebiasaan makan lobster pasir adalah moluska 49,80%, ikan 1,81%, krustasea 44,5% dan detritus 3,66%, sehingga masuk dalam kelompok hewan karnivora.  Pada Gambar 1 dapat dilihat  ikan dan  krustasea (ikan kecil, rebon serta cumi-cumi) yang banyak ditemukan di Perairan Pangandaran sebagai hasil dari bagan FPIK UNPAD. 

 

Gamanr 1. Hasil Tangkapan dari Alat Tangkap Bagan FPIK yaitu Ikan, Rebon Dan Cumi Cumi.



Bagaimana nilai gizi dari rebon dan cumi-cumi sebagai pakan lobster? Nilai gizi  dapat dilihat pada table berikut.






 

Tabel 1.  Nilai Gizi Dari Rebon Dan Cumi-Cumi Sebagai Pakan Lobster

Pakan lobster   


Udang rebon (Mysis sp.)

Udang rebon adalah salah satu hasil laut dari jenis udang-udangan namun dengan ukuran yang sangat kecil dibandingkan dengan jenis udang-udangan lainnya. Ukurannya udang yang kecil, sehingga udang ini disebut dengan udang “rebon”. Di mancanegara, udang ini lebih dikenal dengan terasi shrimp karena memang udang ini merupakan bahan baku utama pembuatan terasi. Di pasaranpun, udang ini lebih mudah ditemukan sebagai bahan seperti terasi, atau telah dikeringkan dan sangat jarang dijual dalam keadaan segar (Astawan, 2009). Udang rebon merupakan jenis udang konsumsi yang dapat dijangkau oleh seluruh lapisan masyarakat. Dibandingkan dengan udang lainnya, rebon jauh lebih murah harganya yaitu berkisar antara 5.000 hingga 10.000 rupiah/Kg.

 

Udang rebon memiliki kandungan nutrisi yang tinggi dan dapat dijadikan salah satu makanan instan yang bernilai gizi tinggi berupa kerupuk dan memiliki nilai jual yang dapat dijangkau oleh konsumen. Kadar kolestrol udang rebon jauh lebih rendah bila dibandingkan dengan hewan mamalia (Suprapti, 2004). Pemanfaatan udang rebon atau sering disebut hele di (Gorontalo) hanya sebatas dijadikan umpan kail, sebagai lauk (perkedel) bahkan hanya dijadikan campuran pada makanankhususnya milu siram (bindhe biluhuta), sehingga perlu adanya penelitian untuk dapat menghasilkan produk lain seperti kerupuk. Udang rebon juga cepat mengalami penurunan mutu jika tidak diolah dengan baik. Fitriyani et al. (2013) menyatakan bahwa udang rebon memiliki kelemahan yaitu mudah busuk jika tidak diolah, oleh karena itu udang rebon sebaiknya diolah terlebih dahulu agar tidak mengalami kerusakan. Salah satunya melalui pengolahan menjadi produk yang dapat bertahan lama. Menurut Mahmud (2009) dalam Sipayung (2014), kandungan protein yang dimiliki udang rebon sangat tinggi. Protein udang rebon segar yaitu 16,20 g. Keunggulan lain dari udang rebon adalah kandungan kalsium, fosfor dan zat besinya yang juga tinggi. Kandungan kalsium dalam 100 g udang rebon adalah 2306,00 g, kandungan fosfor sebanyak 625,00 mg, zat besi sebanyak 21,40 mg (8 kali kandungan zat besi 100 g daging sapi).

 

Cumi-cumi (Loligo sp.)

 

1. Morfologi


Cumi-cumi merupakan salah satu jenis Filum Mollusca, Kelas Cephalopoda yang

tidak bertulang belakang. Molusca merupakan hewan bertubuh lunak, sebagian

anggotanya dilindungi dengan cangkang dari zat kapur dan sebagian lainnya tanpa

cangkang (Wulandari, 2018). Chepalopoda berasal dari kata cephal: kepala, poda: kaki,

yang berarti memiliki kaki (tentakel) di bagian kepala. Cumi-cumi memiliki kepala dan

kaki yang dapat dibedakan dengan jelas. Organ mata terdapat di kepala dengan ukuran

yang besar, tentakelnya dilengkapi dengan alat penghisap yang berfungsi sebagai

kemudi ketika berenang. Selain itu juga tentakel digunakan untuk mempertahankan diri

dan menangkap mangsa (Wulandari, 2018).

 

2. Habitat

 

Genus Loligo dominan di perairan daerah tropis Indo-Pasifik, mulai dari perairan

laut merah dan menyebar luas di perairan Samudera Indonesia (Rudiana dan

Pringgenies, 2004). Cumi-cumi hidup pada suhu air sekitar 18-270 C dan mempunyai

migrasi harian yaitu, mengelompok pada dasar perairan di siang hari dan menyebar

pada kolom perairan di malam hari. Cumi-cumi pantai mendiami perairan teluk dan

berenang ke paparan benua. Di daerah sub tropis cumi-cumi melakukan migrasi

musiman karena pengaruh perubahan suhu. Cumi-cumi hidup bergorombol (schooling)

bersama-sama mencari makan pada malam hari (Mulyawan et al., 2015).

 

3. Kandungan Nutrisi

 

Cumi-cumi merupakan salah satu jenis pakan segar yang sering diberikan pada

Lobster karena mengandung beberapa nutrisi yang dibutuhkan. Kandungan

nutrisi cumi-cumi dapat dilihat pada tabel 1.

Informasi terakhir berdasarkan komunikasi pribadi dengan Dr Bayu Priyambodo bahwa saat ini lobster yang dibudidayakan dalam KJA di Perairan Lombok lebih banyak diberi pakan alami rebon dan cumi dibandingkan dengan ikan rucah.

Riset penulis bersama peneliti lain yang telah dilakukan di Hatchery Kecamatan Ciemas Kabupaten Sukabumi pada tahun 2021 dengan topik pemilihan jenis pakan alami, ternyata terbaik adalah udang rucah dan campuran 3 jenis pakan alami yaitu udang rucah, cumi-cumi dan ikan rucah.  Sementara apabila lobster hanya diberikan pakan tunggal seperti  cumi-cumi atau ikan rucah saja, pertumbuhan tidak baik.  Hal ini sesuai hasil  penelitian (J.lalandii–Mayfield  et  al.,  2000) bahwa  Lobster  pasir memanfaatkan moluska  49,80%,  ikan  1,81%, krustasea  44,5% dan  detritus  3,66%.  Moluska,  krustasea, detritus merupakan makanan utama dari beberapa jenis  lobster  yang  ditemukan selama penelitian,  hal tersebut sesuai  dengan pendapat  yang menyatakan  bahwa  lobster  merupakan omnivora,  yang  juga  memanfaatkan  moluska  dan krustasea. 

 

Apabila dibandingkan pola feed dan feeding habit dari beberapa lobster di alam, maka lobster pasir dan Mutiara datanya terdapat pada Tabel 2 dibawah ini.

 

Demikianlah sekilas tentang betapa perlunya kita mengetahui tingkat efisiensi pakan alami untuk bididaya lobster pada KJA khususnya yang berjenis submerged cage. Selamat mempraktikkan 'jurus' ini. (HS/RR).


Pakan Alami yang Efisien untuk Lobster pada Keramba Jaring Apung Submerged Cage  Pakan Alami yang Efisien untuk Lobster pada Keramba Jaring Apung Submerged Cage Reviewed by Harri Safiari on 10.11 Rating: 5

Tidak ada komentar